Indonesia
Sample text
Total Tayangan Halaman
Diberdayakan oleh Blogger.
Advertising
Translate
Social Icons
Labels
Followers
About Me
- Septian Cahyo Putro
- Depok, Jawa Barat, Indonesia
- Pendidik di Bizsmart School Depok
Labels
Featured Posts
Archive for Mei 2016
Perihal Salat Berjamaah
Tulisan
ini saya sarikan dari Buletin Da’wah
yang diterbitkan oleh Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia pada 6 Mei 2016/28 Rajab
1437 H. Saya tergerak untuk menulis ulang artikel tersebut karena menurut saya
banyak informasi di dalamnya yang cukup penting dan sering dilalaikan/tidak
diketahui orang mengenai salat berjamaah. Penulisan ulang ini sekaligus ingin
memberi tambahan tentang pengalaman/cerita orang ketika salat berjamaah.
Pertama
mengenai imam yang tidak peduli kondisi
shaf makmum. Rasulullah Saw memulai salat dengan memberikan komando,
“hendaklah kamu meluruskan shaf-shaf kamu atau (jika tidak) Allah akan jadikan
kamu selalu berselisih” (HR Bukhari: 717). Bahkan Rasulullah langsung bertindak
dengan memegang pundak-pundak para sahabat untuk diluruskan. Dalam riwayat lain
Rasulullah bersabda, “luruskanlah shaf-shaf kamu sebab meluruskan shaf itu
termasuk bagian dari penegakan salat” (HR Bukhari: 723). Mungkin sebabnya umat
Islam di Indonesia ini sering mengalami disintegrasi karena tidak menjaga
lurusnya shaf dalam salat berjamaah.
Selain
harus lurus, shaf dalam salat berjamaah juga harus rapat. Anas bin Malik ra
menceritakan, “kami biasa (jika salat berjamaah) melekatkan pundak kami dengan
pundak yang lain dan kaki kami dengan kaki yang lain” (Bukhari: 725). Hal ini
sesuai dengan aba-aba yang diberikan Rasulullah Saw setiap kali hendak
mengimami salat: merapatlah sepert rapatnya besi yang dipatri.
Sayangnya
tidak sedikit makmum yang tidak peduli akan hal ini. Alih-alih merapatkan shaf,
mereka lebih memilih mengikuti gambar/motif sajadah yang terpisah-pisah itu.
Karenanya saat ini banyak masjid yang telah meninggalkan sajadah bermotif dan
menggantinya dengan yang polos. Tidak jarang pula, ketika ada makmum sebelahnya
yang merapatkan kakinya dengan kaki makmum lain, tidak sedikit makmum yang justru
menjauh, entah apa sebabnya. Bahkan, pernah suatu kali murid saya bercerita
bahwa niatnya untuk merapatkan shaf dengan kaki makmum lain justru membuat
makmum itu marah dan menginjak kaki murid saya. MasyaAllah.
Kedua,
lewat di depan orang salat. Mungkin
hampir kita semua pernah mengalami hal ini, ketika sedang salat dan di depan
kita lewat orang lain begitu saja. Padahal Rasulullah Saw bersabda, “Seandainya
orang yang lewat di depan orang yang sedang salat mengetahui dosa yang didapat
niscaya ia memiilih berdiri (menunggu) 40 (tahun) daripada lewat di depannya”
(HR Bukhari: 540). Bahkan saya pernah membaca dalam riwayat lain, bukan 40 tapi
1000 tahun, naudzubillah.
Melalui
hadits ini kita dapat mengetahui betapa besar dosa yang menimpa orang yang
lewat di depan orang salat. Maka jika kita sedang salat kemudian ada orang yang
hendak lewat di depan kita maka harus kita cegah, karena mungkin saudara kita
itu tidak tahu akan bahayanya hal ini. kita bisa mencegahnya dengan
membentangkan tangan kita ke depat, maka dengan begitu kita telah menyelamatkan
saudara kita dari dosa. Begitu pun kita, harus hati-hati jika hendak melangkah
keluar dari barisan, jangan sampai lewat depan orang salat.
Dalam
hadits lain, Rasulullah bersabda dengan kalimat yang lebih keras, “apabila kamu
salat sedangkan kamu sudah punya pembatas di hadapanmu dari manusia lalu ada
orang yang mau lewat maka hendaklah kamu tahan, jika ia enggan (tetap mau
lewat) maka perangilah ia, sebab sesungguhnya dia itu adalah setan (HR Bukhari:
509). Saya pernah mengalami hal ini, ketika berusaha menghalangi orang yang
ingin lewat di depan saya saat saya salat, ia tetap terus mendorongkan badannya
ke depan. Tapi tetap saya tidak mau kalah, tangan saya yang telah terbentang ke
depan semakin saya bentangkan dan saya tekan ke arahnya. Alhamdulillah, ia
langsung berbelok arah.
Perintah
‘perangilah’, menunjukkan bahwa orang yang sedang salat diperintahkan
menggunakan kekerasan, bahwa akibatnya bisa saja terjadi korban, yakni ketika
orang yang mau lewat itu tidak mau dicegah. Sedangkan adanya pernyataan bahwa
orang yang memaksakan diri untuk lewat itu adalah ‘setan’, menunjukkan betapa
berat pelanggaran orang yang melintas di depan orang yang sedang menghadapa
Allah Swt, sehingga orang tersebut telah disamakan dengan setan.
Demikian
dua hal yang saya tulis ulang dengan beberapa tambahan. Kedua hal tersebut
menurut saya penting dan sering dilalaikan oleh imam dan makmum. Adapun hal-hal
lain yang dibahas dalam Buletin Da’wah
edisi tersebut adalah perihal membawa anak kecil (anak kecil harus diletakkan
di shaf anak-anak, kecuali mereka yang salatnya sudah bagus dan tenang), suara
imam yang tidak terdengar, tidak paham saat masbuq
(menyebabkan seseorang memilih salat sendiri/tidak berjamaah), dan salat
menyerong ke kanan (karena beranggapan letak geografis Indonesia yang tidak
persis berada di timur Arab Saudi, padahal ketika membangun masjid tentu hal
ini sudah diperhitungkan).
Ditulis
ulang oleh: Septian Cahyo Putro
SIMAK UI: Cerita, Tips, dan RidhoNya
Universitas
Indonesia adalah salah satu kampus bergengsi di Indonesia, jadi tidak heran
jika peserta SIMAK (Seleksi Masuk) UI mencapai ribuan sampai ujiannya harus
dibuat menjadi beberapa gelombang. Setiap tahun peserta SIMAK UI terus
bertambah, berdatangan dari seantero Indonesia. Ya, memang SIMAK menjadi salah
satu jalur untuk masuk UI dan saya pun mengikutinya untuk melanjutkan studi
pascasarjana. Mungkin perlu juga diinfokan bahwa untuk memasuki program pascasarjana
UI satu-satunya jalur yang bisa ditempuh adalah mengikuti SIMAK UI (tolong
koreksi jika salah).
Saya
memilih mengikuti UI untuk melanjutkan studi saya bukan karena faktor nama
besar UI. Saya sebenarnya lebih tertarik ke UPI, namun rekan saya mendorong
saya untuk masuk UI dan ortu pun demikian. Akhirnya saya memutuskan ikut SIMAK
UI tahun 2015. Biaya pendaftaran SIMAK UI tahun itu sebesar Rp700.000,00.
Lumayan besar juga bukan? Jadi, ya wajar apabila semua peserta ujian mengikuti
ujian ini dengan sangat serius (Namanya juga ujian, ya pasti seriuslah! Haha).
Keseriusan
ini benar-benar saya rasakan semenjak awal kedatangan di lokasi ujian. Waktu
itu saya mendapat tempat ujian di FISIP UI. Mulai gerbang masuk utama UI sampai
saya tiba di FISIP cukup banyak pedagang yang menjual pensil 2B, penghapus,
papan jalan, jadi tidak perlu khawatir jika Anda lupa membawanya. Tapi
sebaiknya Anda siapkan dari rumah sih. Suasana hening mulai terasa ketika saya
memasuki kawasan gedung FISIP, semua orang seolah akan menghadapi eksekusi
kematiannya (oke ini berlebihan). Ya intinya, meskipun hari itu sangat ramai
manusia, tapi saya jarang sekali melihat interaksi terjadi di antara mereka.
Saking ramainya manusia, kami perlu mengantri untuk ke toilet. Antrian ini
mengular karena pengawas ujian tidak membolehkan peserta keluar ruangan selama
ujian, apapun yang terjadi, bahkan jika gempa atau tsunami sekalipun, hahahaha.
Ujian
dimulai pukul 08.00 WIB, namun peserta harus berada di ruangan pukul 07.30 WIB
untuk memeriksa kelengkapan ujian (terutama kartu ujian). Semua tas dikumpulkan
di depan ruangan. HP, jam tangan, dompet, tempat pensil, semua harus disimpan
dalam tas. Tepat di belakang saya ketika memulai ujian ada seorang ibu yang
protes karena kursinya miring, tapi pengawas hanya menjawab bahwa tidak ada
kursi lagi di ruangan ini dan lagi pula kursi itu sudah ditempeli nomor ujian.
Untuk menghindari masalah teknis macam ini, saya sarankan Anda banyak berdoa
kepada Allah Swt, karena jangankan cuma masalah kursi, masalah lain yang lebih
besar pun bisa menimpa kita jika Allah berkehendak, percayalah. Dekati Allah,
rayu Dia.
Ujian
terbagi atas dua sesi, yaitu sesi TPA (Tes Potensi Akademik) dan bahasa
Inggris. Antara kedua sesi di sela waktu istirahat 30 menit. Pada ujian TPA
setiap bagian soal dibatasi waktu tertentu oleh pengawas. Misalnya, dalam
matdas 30 menit setelah itu baru boleh lanjut ke bagian selanjutnya dan tidak
boleh membuka bagian sebelumnya (kalaupun boleh saya pikir tidak akan sempat karena
waktu yang diberikan sangat terbatas).
Waktu
mengikuti ujian TPA saya benar-benar kewalahan menghadapi soal matematika serta
logika. Maklumlah saya orang bahasa. Apalagi saya sama sekali tidak membaca
petunjuk mengerjakan, sehingga saya tidak tahu kalau ujian tersebut menggunakan
sistem pinalti. Artinya, jawaban yang salah akan bernilai -1. Saya baru
mengetahui ini beberapa hari setelah SIMAK dari seorang teman. Wah, langsung
setelah itu saya hanya bisa pasrah, karena hampir 80% soal matematika dan logika
saya isi dengan “ngasal.”
Ujian
TPA selesai, kami semua istirahat. Ada yang makan, mengobrol, salat Dhuha, atau
sekadar “bengong” memikirkan betapa sulitnya ujian tersebut. Saya memilih
merayu Allah dengan salat Dhuha, supaya ujian bahasa Inggris nanti dimudahkan
olehNya. Begitu melihat soal bahasa Inggris, wah, rasanya saya ingin berteriak
saja. Soalnya luar biasa. Lebih dari 50% soal berupa pertanyaan mengenai wacana
yang diberikan. Wacananya pun kompleks dan topiknya spesifik pada bidang
tertentu. Tapi untunglah tidak ada sistem pinalti dalam ujian ini. Jadi, ya
Anda bisa tebak, saya yang hanya lulusan bahasa Indonesia dengan nilai TOEFL
Preparation test 477 tentu lebih banyak menghitamkan jawaban dengan merdeka.
Hehehe.
Alhamdulillah
SIMAK berhasil saya lalui dan hasilnya saya pasrahkan kepadaNya. Kalau diterima
berarti Allah kasih saya kesempatan untuk belajar di UI, kalau tidak diterima
ya berarti UI memang bukan jalan saya. Itu saja yang ada dipikiran saya. Dan
beberapa minggu kemudian datanglah pengumuman mengejutkan itu, Selamat Anda
Lulus! Wah, saya benar-benar tidak percaya akan hal ini. Entahlah, bahkan
sampai tulisan ini saya tulis, saya masih tidak percaya kalau saya lulus tes
SIMAK UI. Karena saking sulitnya soal waktu itu, sampai dosen saya yang S2 dan
S3 di UI berkata, “Itu yang bikin soal orang gila kayaknya!” Hahaha.
Ada
satu hal yang ingin saya bagi kepada Anda. Saya waktu itu memilih jurusan
Linguistik dan seorang teman saya memilih jurusan Fisika. Teman saya mengakui
kalau ia kepayahan dalam menjawab soal-soal TPA kebahasaan, sementara saya
kepayahan dalam soal TPA Matematika. Namun, kami berdua lulus tes tersebut,
jadi saya menduga bahwa jika ingin mengambil satu jurusan tertentu maka
fokuslah pada soal-soal TPA yang sesuai dengan jurusan tersebut. Banyaklah
latihan variasi soal-soal TPA secara rutin dan belajarlah dari kesalahan.
Kemudian perbanyak juga membaca wacana-wacana bahasa Inggris agar kemampuan
kita memahami wacana kian baik. Dan terakhir, ingatlah pada Allah Swt.
Dia
Yang Maha Berkendak, Dia tahu yang terbaik untuk kita. Perbaiki doa kita, “Ya
Allah jika memang kampus ini adalah jalan terbaik bagi kemajuan hamba maka
mudahkanlah hamba untuk memasukinya, namun jika bukan lapangkan hati hamba
berikan hamba jalan yang lebih baik. Sungguh hamba yakin, Engkau selalu
menghendaki yang terbaik bagi hambaNya.” Aamiin.
Sekian
tulisan kali ini, semoga menjadi inspirasi. J