- Back to Home »
- Kelahiran Nabi Muhammad Saw dan Perisitiwa di Sekitarnya
Posted by : Septian Cahyo Putro
Kamis, 11 Februari 2016
Nabi
Muhammad Saw lahir di kota Mekkah, kampung Bani Hasyim pada 12 Rabiul Awal atau
bertepatan dengan 20 April 571 Masehi, tahun Gajah. Ketika kelahiran beliau,
seperti diungkapkan oleh bidan yang membantu persalinannya, Syifa binti Amr,
Aminah sama sekali tidak mengeluarkan darah. Syifa binti Amr berujar, “dari
sekian banyak ibu yang aku bantu persalinannya, hanya Aminah yang melahirkan
tanpa mengeluarkan darah, dari sekian banyak bayi yang aku bantu melahirkannya,
hanya bayi Muhammad yang lahir dalam kondisi tali pusarnya telah terpotong dan
telah dikhitan.
Diungkapkan
pula oleh ibunda Nabi Muhammad Saw, Aminah, bahwa ketika mengandung Nabi
Muhammad Saw ia tidak merasakan mual, pusing, “ngidam”, atau keluhan-keluhan
lain yang dirasakan ibu hamil lainnya. Ketika mengandung Nabi Muhammad Saw,
Aminah mengatakan bahwa perutnya bercahaya di malam hari juga sering kali
seperti ada orang yang membisikinya, “Aminah bayi yang engkau kandung bukanlah
orang biasa, berilah ia nama Muhammad ketika lahir nanti.” Saat kelahiran Nabi
Muhammad Saw, Aminah mengatakan, “aku melihat cahaya yang terang sekali
bersamaan dengan keluarnya bayiku, bahkan saking terangnya aku bisa melihat
singgasana kerajaan Romawi.”
Kelahiran
Nabi Muhammad Saw, adalah rahmat bagi seluruh alam. Ketika kelahirannya, Abu
Lahab sebagai saudara seayah dari Abdullah bin Abdul Muthalib—ayah Nabi
Muhammad Saw, mengirimkan seorang budak bernama Tsuwaibah Al Islamiyah untuk
menyusui bayi Muhammad. Setelah disusui beberapa pekan bersama Tsuwaibah,
Muhammad kecil diberikan kepada pengasuh baru bernama Halimah dari Tha’if.
Ada
cerita menarik terkait dengan Halimah ini. Ia adalah seorang yang usianya tidak
muda lagi, pekerjaannya memang menyusui bayi orang-orang. Namun, air susu
Halimah yang sebelah tidak lagi keluar, sedangkan yang sebelah lagi hanya
keluar sedikit-sedikit. Setiap kali ada bayi yang disusuinya, bayi itu
menangis. Setiap kali pintu rumah diketuk dan Halimah bertanya, “apakah ada
bayi yang bisa aku susui?” Maka melihat kondisi Halimah, tuan rumah akan
langsung menolaknya. Meski begitu, Halimah tidak menyerah, ia berjalan jauh
dari Tha’if ke Mekkah untuk mencari bayi yang mau disusuinya. Jarak Tha’if ke
Mekkah kurang lebih 150 km, lama perjalanan yang ditempuh kurang lebih seminggu
dengan unta.
Di
Mekkah juga hampir-hampir Halimah putus asa karena tidak juga mendapat bayi
yang dapat disusuinya. Sampai ia akhirnya mengetuk pintu sebuah rumah, yaitu
Aminah. Oleh Aminah ia dipersilakan masuk dan mereka pun berbincang. Kata
Aminah, “aku hanyalah janda, yang warisannya tidak banyak, jadi aku tidak bisa
menjanjikan bisa membayarmu secara rutin.” Dalam hati Halimah agak ragu
menerima bayi ini, karena ia dan bayi ini tentu butuh makan. Akhirnya Halimah
kembali ke kemahnya untuk bertanya pada suaminya. Saran dari suaminya, “kau
ambil saja bayi itu, mungkin bisa menjadi berkah bagi kita.” Halimah pun
mengambil bayi itu untuk dibawa tinggal bersamanya di Tha’if.
Selama
merawat Muhammad kecil, banyak sekali keberkahan yang diperoleh Halimah dan
keluarganya. Muhammadlah, bayi yang tidak menangis saat disusui oleh Halimah,
bahkan ia tertidur ketika disusui. Air susu Halimah yang tadinya macet, keluar
dengan lancar. Kebun-kebun Halimah dan suaminya menjadi subur. Ternak-ternaknya
juga beranak pinak dan gemuk-gemuk. Keberkahan Muhammad kecil benar-benar
dirasakan oleh Halimah dan keluarganya. Akhirnya setelah dua tahun bersama
Halimah, Muhammad kecil harus dikembalikan kepada Aminah. Namun, Halimah
meminta kepada Aminah agar bisa merawatnya beberapa tahun lagi. Akhirnya Aminah
menyetujuinya dan Muhammad kecil berada dalam pengasuhan Halimah sampai usia
lima tahun.
Banyak
keajaiban di seputar kelahiran Nabi Muhammad Saw. Ketika itu alam pun seolah
turut merasakan kebahagiaan atas kelahiran beliau. Kebun-kebun kurma
menghasilkan buah lebih banyak dari biasanya dan binatang ternak menjadi lebih
banyak susu dan anaknya. Terlebih lagi, pelajaran penting yang bisa kita ambil
dari Halimah. Sikapnya yang tak kenal menyerah, menempuh jarak ratusan
kilometer untuk mencari bayi yang mau disusuinya. Padahal Allah menguji Halimah
dengan keterbatasan, namun itu tidak lantas membuatnya menyerah. Sudah
sepatutnya kita malu pada Halimah.
Demikian
tulisan ini saya tulis sebagai catatan atas kajian Sirah Nabawiyah, yang
dibawakan oleh Ustaz Salman pada Minggu, 7 Februari, 2015 di Masjid
Al-Istiqamah, Pondok Labu, Jakarta Selatan.