- Back to Home »
- Guru , karakter , mario teguh , pendidikan karakter »
- Andai Semua Guru seperti Mario Teguh
Posted by : Septian Cahyo Putro
Minggu, 14 Desember 2014
Awalnya saya adalah
orang yang tidak menyukai motivator. Saya menganggap mereka hanya menjual
kata-kata belaka. Menurut hemat saya, belajar dari seorang yang telah sukses
dan telah menjalani kerasnya hidup tentu lebih bermakna ketimbang mendengarkan
orasi seorang motivator.
Belakangan saya
menyadari bahwa menjadi seorang motivator bukanlah hal yang mudah. Dan ternyata
menjadi motivator adalah pekerjaan yang mulia. Motivator mampu mengubah sudut
pandang seseorang dalam melihat masalah. Motivator seolah mampu memberikan
solusi hampir tiap masalah yang dialami orang lain.
Banyak sekali
motivator terkenal di Indonesia, salah satunya Mario Teguh. Pada judul tulisan
ini saya menulis, “Andai semua guru seperti Mario Teguh.” Bukan berarti saya
berharap semua guru menjadi tua dan botak mirip dirinya, hehe. Namun saya menjadikan
sosoknya sebagai metafora atas peran motivator seorang guru.
Saya pernah
mengikuti seminar mengenai kurikulum 2013 (K13) di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Salah satu narasumber menyebutkan bahwa dalam K13 peran utama seorang
guru adalah sebagai motivator. Melalui peran tersebut diharapkan guru dapat
menanamkan nilai-nilai positif dalam diri anak didiknya. Sehingga tercapai
tujuan dari K13, untuk menciptakan insan berkarakter positif.
Seperti kita
ketahui dewasa ini, krisis moral melanda sebagian pelajar Indonesia. Tak
terhitung banyaknya kasus dan kejadian yang membuat kita miris dan mengelus
dada. Saya tak ingin menyebutkannya karena sebagai pendidik saya malu untuk
ikut bertanggung jawab atas hal tersebut.
Tugas utama seorang
guru adalah mendidik, bukan mengajar. Coba saja perhatikan, di Indonesia tidak
ada Kementerian Pengajaran yang ada adalah Kementerian Pendidikan. Bahkan
hampir tidak ada satu pun instansi yang menggunakan kata “pengajaran” sebagai
namanya. Lalu apa bedanya mendidik dan mengajar?
Sederhananya
mendidik adalah memanusiakan manusia, sedangkan mengajar adalah memindahkan
ilmu dari guru ke murid. Mendidik bermakna jauh lebih luas dibanding mengajar.
Mendidik lebih mengutamakan pembentukan karakter anak didik bukan hanya sekedar
memindahkan ilmu. Dan itulah yang seharusnya dilakukan seorang guru masa kini.
Untuk mendidik
seorang guru perlu memiliki kemampuan memotivasi. Ia harus belajar dari
motivator/trainer. Kemampuan ini
sangat penting sehingga semua guru di Indonesia harus memilikinya. Bayangkan
jika semua guru memiliki kemampuan seperti Mario Teguh atau setidaknya
mendekati kemampuannya, pasti tidak akan ada anak sekolah yang terkena kasus
narkoba, tawuran, atau seks. Andai saja semua guru memiliki kemampuan itu,
tidak akan ada lagi pelajaran yang membosankan di kelas sehingga anak didik
memiliki kesadaran akan kewajiban belajarnya.
Ya memang berandai-andai
itu mudah dan menyenangkan. Namun, setidaknya gagasan itu akan timbul dari
kreatifitas harapan. Tinggal bagaimana kita sebagai pendidik mau mewujudkannya.
Seperti kata orang kebanyakan, “dimulai dari diri sendiri.”
Semoga semakin
banyak pendidik di Indonesia yang memiliki kemampuan seperti Mario Teguh atau
motivator lainnya. Semoga semakin banyak guru yang mau belajar memotivasi dan
semakin sedikit guru yang hanya hobi mengajar.