Indonesia

Sample text

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Advertising

Advertising

Translate

Social Icons

Followers

About Me

Foto Saya
Septian Cahyo Putro
Depok, Jawa Barat, Indonesia
Pendidik di Bizsmart School Depok
Lihat profil lengkapku

Featured Posts

Archive for 2016

Remy Silado: Nakal yang Tahu Aturan


Namanya saya kenal pertama kali di kelas Pengantar Teori Sastra beberapa tahun lalu. Kala itu, cerita yang paling lekat dengannya adalah tentang puisi mbeling-nya. Secara perlahan Remy Silado semakin sering memasuki koleksi pengetahuan saya. Dari yang awalnya saya kenal seorang penyair belakangan saya mengenalnya sebagai penulis bidang kebahasaan yang tulisannya dimuat di rubrik Bahasa Kompas. Kata salah seorang redaktur rubrik ini, sedikit yang mampu menulis hal kebahasaan dengan memukau, Remy salah satunya. Yang tak kalah menarik saya kemudian mengenalnya sebagai penulis naskah, sutradara, pemain teater, pencipta lagu, bahkan pelukis.
Remy Silado lahir di Makassar, 12 Juli 1945 dan menghabiskan masa kecil di Semarang dan Solo. Tentang nama penanya, tentu sudah banyak yang tahu. Konon, nama ini merupakan tanggal pertama kali ia mencium perempuan (tanggal 23 bulan 7 tahun ‘61). Sumber lain menyebut nama ini berasal dari chord pertama lirik lagu All My Loving karya The Beatles. Namun belakangan, Remy mengakui nama ini ia buat asal-asalan.
Sejak sekolah dasar Remy sudah gemar dunia seni terutama seni lukis. Sampai di sekolah menengah dan perguruan tinggi kegemaran ini terus ditekuninya. Ia pernah mengenyam pendidikan di Akademi Kesenian Surakarta dan Akademi Teater Nasional Indonesia. Karena dedikasinya yang tinggi di bidang seni ia pernah diberi penghargaan Anugerah Satya Lencana Kebudayaan dari pemerintah Republik Indonesia.
Kepakaran Remy di dunia sastra tak diragukan lagi. Lewat tangan dinginnya telah lahir puluhan novel dan puisi. Salah satu novelnya yang tentu kita semua mengenalnya karena pernah diangkat ke layar lebar yaitu Cha Bau Kan. Yang menarik adalah ketika banyak orang menyesalkan keputusan Remy mengizinkan novelnya diangkat ke layar lebar karena dikhawatirkan merusak isi cerita, ia justru berkata dalam salah satu seminarnya di UI, “kita ke bioskop untuk menonton film, bukan untuk menonton novel”.
Melalui puisi Remy membuat gempar dunia sastra sebagai salah satu pelopor puisi mbeling atau puisi yang tidak terpaku pada kaidah-kaidah sastra yang kaku. Ia menjelaskan bahwa tidak ada batasan dalam sastra, semua orang dapat menulis sastra. Melalui gerakan perpuisian macam ini, Remy telah menentang penulisan puisi lirik ala Majalah Sastra Horison.
Hal lain lagi yang menarik dari seorang Remy adalah ia selalu menulis karya dengan riset yang tidak tanggung-tanggung. Mulai dari membongkar arsip tua di Perpustakaan Nasional hingga menelusuri pasar buku tua di dalam dan luar negeri ia lakukan setiap ingin membuat sebuah karya tulis. Misalnya saja, salah satu tulisannya berjudul, “Kepala Bulat Kelapa” yang dimuat di Kompas edisi September 2001 merujuk pada referensi tahun 1663 yang tersimpan rapi di Malay Language in the Boleian Library, Oxford. Sebuah riset mendalam “hanya” untuk sekadar menulis tentang “kepala” dan “kelapa”. Baginya, pengarang tidak dapat menghadirkan gagasan pemikiran secara asal-asalan kepada pembaca. Untuk menghasilkan sebuah karya, perlu dilakukan riset terlebih dahulu. Alasannya, jika ditulis tanpa riset, karya tersebut cenderung akan kering.
Di dunia drama dan teater nama Remy Silado juga tak diragukan lagi. Ia pernah menjabat sebagai ketua Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung dan menjadi dosen Sinematografi Bandung (sejak 1971).  Di Bandung pula, tempat ia mendirikan Dapur Teater 23761 sekitar tahun 1970an. Selanjutnya melalui Dapur Teater, ia menjadi penulis naskah, pencipta musik dan lirik, pemain, serta sutradara bagi pementasan garapannya. Remy sendiri lebih suka menyebut bentuk pementasannya itu adalah sandiwara nyanyi.
Lewat pementasan teaternya, Remy menyuguhkan gagasan “nakal” dan “kurang ajar” untuk sebuah wujud seni kontemporer: mbeling. Gagasan mbeling yang diusung Remy melalui teaternya adalah perlawanan budaya terhadap dua sisi tatanan yang dianggap mapan, sisi estetis dan politis. Dalam dua sisi itu, sebagian besar dramanya adalah bentuk visual dan verbal yang mencoba menelanjangi segala macam kepalsuan moralitas serta penjungkirbalikan logika yang telah diterima secara baku.
Selain mementaskan drama yang naskahnya ditulis sendiri, Remy mementaskan drama musik karya orang luar, antara lain Jesus Christ Superstar karya Tim Rice dan Andrew Webber. Tapi Remy mengadaptasinya dalam bentuk mbeling dan nyeleneh. Dalam opera yang dipentaskan di Balai Sidang Jakarta pada Juni 1980, Remy menghadirkan sosok Yesus berkulit hitam dan Yudas berkulit putih. Yesus (diperankan oleh Martin Luther Meset, mantan anggota Black Brothers) naik becak. Pertunjukan itu heboh dan mengundang reaksi pelbagai kalangan, serta sempat membuat aparat gerah.
Saban selesai pertunjukan Remy langganan diinterogasi polisi atau tentara. Bahkan pernah setelah pementasan drama Indonesia Kamu Indonesia Kami di Gedung Stovia, Jakarta, pada Oktober 1973, Remy diinterogasi aparat 10 hari, tidak boleh pulang ke Bandung. “Tahun segitu, siapa berani maju sendirian mengkritik Orde Baru?” kata dramawan, novelis, dan seniman bernama asli Yapi Panda Abdiel Tambayong itu.
Berurusan dengan polisi atau tentara nyatanya tak membuat Remy jera dalam mementaskan drama “perlawanan” serta puisi mbeling-nya. Lewat pementasannya, ia mengkritik realitas yang berkembang, dari korps loreng-loreng yang galak hingga korupsi pejabat. Remy tak hanya melontarkan kritik terhadap pemerintah. Ia juga mengkritik perubahan tata nilai masyarakat, seperti kehidupan di Jalan Tamblong, Bandung, Jawa Barat. Remy mengamati Tamblong yang dipenuhi perempuan usia sekolah yang melacurkan diri. Para pelajar itu, kata Remy, mengikuti gaya hidup remaja San Francisco yang menjadi groupies atau pengagum band yang doyan hura-hura. “Mereka pelacur amatir,” katanya.
Setiap sastrawan besar selalu memiliki ciri khas dan bagi saya ciri khas Remy yang terkuat adalah karakter multitalentanya dan kegigihan dalam melakukan riset ketika ingin menulis. Ia sastrawan yang mampu memotret realitas sosial dengan gaya nakal namun setia pada aturan. Karyanya selalu didukung data shahih yang makin sulit ditemui pada sastrawan masa kini.

Referensi:
Salomo Simanungkalit (ed.). 2003. Inul Itu Diva? Kumpulan Kolom Bahasa Kompas. Jakarta: Kompas.



Mengapa Mukjizat Nabi Muhammad hanya Al Quran?

Tidak sedikit orang-orang yang bertanya seperti judul di atas. Mereka berusaha membandingkan antara mukjizat Nabi Muhammad Saw dengan mukjizat nabi-nabi sebelumnya. Padahal Nabi Musa diberi 9 mukjizat mulai dari tongkat, katak, darah, dll hingga mampu membelah Laut Merah, padahal Nabi Isa diberi mukjizat mampu menghidupkan orang mati, menyembuhkan penyakit kusta dengan sekali sentuh, membuat burung dari tanah liat, dll. Lalu mengapa Nabi Muhammad Saw yang notabene nabi akhir zaman, yang mendapat gelar salah satu ulul azmi dan nabi terbaik dengan gelar SAW hanya diberikan mukjizat utama berupa Al-Quran? Tentu kita tidak pula boleh melupakan mukjizat beliau yang lain yaitu mampu membelah bulan, mendatangkan hujan, mengeluarkan air dari jari tangannya, dll. Namun, mengapa hanya Al-Quran sebagai mukjizat utamanya?

Beginilah jawaban Hamka, dalam kitabnya Tafsir Al-Azhar. Pertama, mukjizat-mukjizat yang diberikan oleh Nabi Musa, Nabi Isa, dan lain-lain merupakan mukjizat yang hanya dapat disaksikan oleh manusia sezamannya. Sepeninggalnya nabi-nabi tersebut maka mukjizat itu pun hilang bersama mereka. Berbeda dengan Al-Quran, sepeninggal Nabi Muhammad Saw Al-Quran tetap eksis dan terbukti mampu selaras dengan perkembangan peradaban manusia. Bahkan Al-Quran justru melampaui peradaban manusia. Misalnya, ketika tahun 1580, Sir Bernard Palissy membicarakan tentang siklus air untuk pertama kalinya, tapi Al-Quran telah menyebutkannya pada 1400 tahun yang lalu melalui banyak sekali ayat di dalamnya (Az-Zumar: 21, Ruum: 24, Al-Hijr: 22, Nuur: 43, dll). Atau ketika Al-Quran berfirman tentang genetic bahwa sperma laki-laki yang bertanggung jawa atas jenis kelamin bayi dalam surat An-Najm: 45-56 yang nyatanya baru kita ketahui beberapa waktu lalu. Serta masih banyak lagi bukti bahwa Al-Quran melampaui peradaban manusia. Di samping itu, masih banyak ayat-ayat aqliyah (akal) yang belum terpecahkan oleh ilmu pengetahuan modern.

Kedua, mukjizat seorang Nabi disesuaikan dengan kondisi zamannya. Ketika Al-Quran diturunkan ke negeri Arab, negeri tersebut dalam kondisi puncak kesastraan. Di mana tradisi menulis karya sastra menjadi viral. Sayembara penulisan sastra pun seringkali diadakan dan karya terbaik berhak dipajang di dinding Ka’bah selama satu tahun. Selama itu pula, masyarakat dari berbagai penjuru daerah datang untuk membaca dan menghafal karya tersebut. Ust. Solihin, Lc. (penemu metode Granada—salah satu metode dalam penerjemahan Al-Quran), dalam kajiannya di Universitas Indonesia mengenai mukjizat Al-Quran dari segi bahasa pernah mengungkapkan, ketika seseorang memelajari sastra Indonesia mungkin ia akan terpukau, tapi ketika ia kemudian memelajari sastra Arab maka sastra Indonesia langsung jatuh kedudukannya, selanjutnya ketika ia memelajari sastra Al-Quran maka sastra Arab tidak ada apa-apanya.

      Berkaitan dengan itu, saya sempat tidak setuju dengan pendapat Malinovsky yang menyatakan bahwa agama adalah produk budaya. Mungkin memang ada agama yang merupakan produk budaya, tapi Islam yang diturunkan kepada manusia bernama Muhammad bukanlah produk budaya. Menyetujui bahwa Islam adalah produk budaya, sama saja sepakat bahwa Al-Quran adalah hasil budi dan akal manusia, maka menjadi tidak asing orientalis Barat menganggap Al-Quran sebagai karangan Nabi Muhammad Saw. Ah, bagaimana mungkin seorang yang buta huruf mengarang Al-Quran dengan bahasa yang tertandingi semacam ini? Sungguh, bodohnya kalian itu keterlaluan!

Ketiga, Al-Quran bukan “cuma” tulisan Arab biasa. Mukjizat Nabi Muhammad Saw ini adalah sebuah mukjizat yang tak tertandingi oleh ilmu pengetahuan manusia hingga saat ini. Lain halnya dengan kemampuan Nabi Musa yang mampu membelah Laut Merah, penelitian menemukan bahwa daerah tersebut memang sering kali mengalami pasang dan surut dalam kondisi ekstrem. Atau mukjizat Nabi Ibrahim yang tak mampu di bakar api, orang-orang Yogi yang gemar bermeditasi telah mampu berjalan di atas bara api. Sedangkan mukjizat Nabi Isa yang mampu menyembuhkan orang sakit kusta, ilmu kedokteran modern telah sanggup melakukannya—meski belum mampu sehebat Nabi Isa. Bahkan mukjizat Nabi Muhammad yaitu Isra’ Mi’raj pun telah terjawab oleh disiplin ilmu Fisika melalui teori perubahan wujud partikel menjadi gelombang.

Bukan maksud penulis meremehkan mukjizat-mukjizat nabi tersebut, namun mengutip pendapat Zakir Naik, ketika sebuah mukjizat telah terungkap rahasianya atau telah berhasil ditiru oleh manusia, maka ia bukan lagi mukjizat. Peradaban manusia yang kian maju ternyata berhasil mengungkap rahasia-rahasia di balik mukjizat itu. Tapi Al-Quran? Sampai saat ini, banyak sekali sarjana yang ahli dalam bahasa dan sastra Arab yang telah mencoba membuat sebuah surat semisal Al-Quran, tapi mereka tidak sanggup. Sebab ini dijamin oleh Allah Swt dalam surat Yunus: 38.
 Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya". Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar".
Penulis ingin menutup tulisan ini dengan sebuah ayat yang cukup menggetarkan hati.
Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (Al-Hashr: 21)
Bahkan sebuah gunung, tidak akan sanggup memikul Al-Quran. Lalu masihkah kita yang bahkan seringkali takjub pada kemegahan gunung meremehkan dan meragukan Al-Quran?

Depok, 13 Agustus 2016



Septian Cahyo Putro

Flat Earth Theory, Dekonstruksi Derrida, Stephen Hawking dan Al-Quran

Judul tulisan ini memang terdengar keren tapi percayalah isinya tidak sekeren judulnya kok. Hehe. Belakangan media sosial dihebohkan dengan ragam peristiwa seperti “balikin KTP gue”, tolong tutup sekolah Turki, sampai seksinya Awkarin. Tapi, saya mau mencoba mencari yang berbeda.

Hmm, beberapa waktu lalu saya membaca sebuah artikel tentang Flat Earth Theory, apa itu? Flat Theory adalah teori yang menyatakan bahwa bumi itu datar. Pandangan yang menyatakan bahwa bumi itu datar dan semua faktanya ditentang habis-habisan oleh pendukung teori ini, salah satunya melalui video-video yang dengan mudah Anda bisa akses di Youtube. Melalui video ini mereka membantah semua kemapanan bahwa bumi itu bulat, sampai-sampai mengarang bahwa di ujung bumi yang kita yang datar ini (kata mereka) ada para tentara penjaga yang melarang kita untuk “melongok” ke pinggiran bumi. Hehe, kalau mau tau lengkapnya, silakan lihat saja videonya.

Tapi saya tidak ingin membahas dan membantah teori demi teori yang diajukan dalam video tersebut. Pertama, karena hal ini sudah dilakukan oleh seseorang mahasiswa Indonesia yang sedang S2 Kimia di Jepang melalui blognya www.mystupidtheory.com. Penjelasan yang ia berikan cukup baik dan saya rasa cukup untuk memfalsifikasi teori bahwa bumi itu datar. Kedua, karena ini bukan bidang yang saya dalami, hanya sekadar saya minati.

Saya memandang pembuat video ini adalah orang-orang yang memiliki kemampuan desain visual dan wacana yang luar biasa. Mereka mampu memengaruhi penonton dengan fakta-fakta “buatan” mereka. Jika dibaca sejarahnya, kalau saya tidak salah gerakan ini telah ada sejak tahun 1300an. Luar biasa bukan? Ada orang-orang yang berkeyakinan bahwa bumi itu datar semenjak tahun itu.

Apa yang mereka lakukan ini mengingatkan saya pada sebuah teori ilmu budaya yang diajukan oleh Jacques Derrida, yaitu teori Dekonstruksi. Secara sederhana teori ini berarti memaknai kembali hal-hal yang telah dianggap mapan. Inilah yang dilakukan oleh para pengkaji yang menyatakan bumi itu datar. Mereka ingin memaknai kembali bahwa bumi itu tidak bulat, tapi datar. Kita selama ini telah ditipu oleh sekolompok orang yang ingin mempertahankan doktrin mereka! Dalam dekonstruksinya mereka tidak segan mengedepakan teori-teori konyol agar semakin banyak orang yang terpedaya. Ini berhasil, karena saking terlihat meyakinkannya video itu maka tidak sedikit kita mengiyakan.

Untuk Anda yang kadung percaya bahwa bumi itu datar atau goyah keyakinannya akan kebulatan bumi, saya akan coba sedikit menjelaskan percobaan Stephen Hawking yang pernah disiarkan pada NatGeo Channel. Pada percobaan tersebut Hawking meminta tiga orang relawan terlibat. Mereka mengadakan percobaan tersebut ditepi danau yang luas. Seorang relawan diminta berada ditepi danau dan dua orang lagi diminta berada ditengah danau dengan menggunakan sebuah kapal feri. Seorang yang ditepi danau diminta menembakkan sinar laser ke arah kapal (bagi Anda yang pernah belajar IPA tentu tahu, bahwa cahaya merambat lurus, ini ada pada praktikum bab Cahaya di SD), sementara itu dua orang di kapal diminta menandai titik jatuhnya laser pada kapal. Ternyata titik jatuhnya berada pada lambung kapal

Setelah itu, kapal diminta bergeser dari tengah danau, semakin menjauhi tepian danau dalam satu garis lurus dengan sinar laser. Orang pertama yang berada di tepian danau kembali menembakkan sinal laser ke arah kapal dan apa yang terjadi? Titik jatuhnya laser yang tadinya ada pada lambung kapal bergeser ke atas menyentuh atap kapal. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Bukankah danau itu datar dan cahaya merambat lurus? Seharusnya jika danau itu datar dan cahaya merambat lurus maka akan terbentuk garis sejajar antar keduanya. Berarti, kemungkinannya danau itu tidak datar melainkan melengkung atau cahaya yang tidak merambat lurus? Haha. Yang jelas kemungkinan kedua bahwa cahaya tidak merambat lurus adalah mustahil, semua ilmuwan meyakini bahwa cahaya merambat lurus. Hal ini dibuktikan pertama kali oleh ilmuwan muslim, Ibnu Al Haitam serta dilanjutkan oleh-oleh ilmuwan-ilmuwan Eropa.

Dengan demikian, kemungkinan pertamalah yang berterima. Permukaan danau itu tidak datar, tapi melengkung. Hal inilah yang menyebabkan bahwa sinar laser tidak lagi mengenai lambung kapal, tapi bergeser ke atas sampai atap kapal. Makin jauh posisi kapal dari tepi danau maka makin bergeserlah titik jatuhnya laser pada kapal. Ini membuktikan bahwa bumi itu tidak datar!

Bagi Anda orang muslim yang tidak percaya bahwa bumi itu datar, maka perhatikanlah penjelasan Zakir Naik. Tahun 1577, Sir Francis Drake mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi itu bulat. Tapi jauh sebelum itu, Al Quran melalui surat An-Naziat [79]: 30 yang berbunyi wal ardla ba’da dzalika dahaha. Kata dahaha dalam bahasa Arab memiliki dua makna, pertama dihamparkan dan kedua berasal dari kata duya yang berarti telur. Dan kita tahu saat ini, bumi tidak sepenuhnya bulat seperti bola, melainkan kutub-kutubnya berbentuk lonjong dan bagian tengahnya bulat. Jadi bentuknya geo-sperichal, mirip seperti telur. Dan kata duya itu sendiri tidak merujuk kepada telur biasa, melainkan secara spesifik merujuk pada telur burung unta, sedangkan jika Anda menganalisis bentuk dari telur burung unta, memang bentuknya geo-sperichal. Al-Quran menyebutkan ini 1400 tahun yang lalu! Bayangkan!

Jadi, masihkah Anda meragukan kebulatan bumi? Terutama Anda yang muslim, jika Anda meragukan kebulatan bumi, maka Anda berkata bahwa Al-Quran itu salah. Dan tentu Anda bisa bayangkan, konsekuensinya jika ada satu ayat saja yang salah dalam Al-Quran maka orang akan makin berlomba-lomba memfalsifikasi Al-Quran. Saya jadi berprasangka bahwa gerakan Flat Earth Theory ini dibuat untuk tujuan itu. Maka orang akan meragukan Al-Quran bukanlah kitab dari Allah, melainkan hanya karangan Nabi Muhammad Saw, seperti yang selama ini dituduhkan orientalis Barat.

Depok, 1 Agustus 2016


Septian Cahyo Putro

Perihal Salat Berjamaah


Tulisan ini saya sarikan dari Buletin Da’wah yang diterbitkan oleh Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia pada 6 Mei 2016/28 Rajab 1437 H. Saya tergerak untuk menulis ulang artikel tersebut karena menurut saya banyak informasi di dalamnya yang cukup penting dan sering dilalaikan/tidak diketahui orang mengenai salat berjamaah. Penulisan ulang ini sekaligus ingin memberi tambahan tentang pengalaman/cerita orang ketika salat berjamaah.
Pertama mengenai imam yang tidak peduli kondisi shaf makmum. Rasulullah Saw memulai salat dengan memberikan komando, “hendaklah kamu meluruskan shaf-shaf kamu atau (jika tidak) Allah akan jadikan kamu selalu berselisih” (HR Bukhari: 717). Bahkan Rasulullah langsung bertindak dengan memegang pundak-pundak para sahabat untuk diluruskan. Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda, “luruskanlah shaf-shaf kamu sebab meluruskan shaf itu termasuk bagian dari penegakan salat” (HR Bukhari: 723). Mungkin sebabnya umat Islam di Indonesia ini sering mengalami disintegrasi karena tidak menjaga lurusnya shaf dalam salat berjamaah.
Selain harus lurus, shaf dalam salat berjamaah juga harus rapat. Anas bin Malik ra menceritakan, “kami biasa (jika salat berjamaah) melekatkan pundak kami dengan pundak yang lain dan kaki kami dengan kaki yang lain” (Bukhari: 725). Hal ini sesuai dengan aba-aba yang diberikan Rasulullah Saw setiap kali hendak mengimami salat: merapatlah sepert rapatnya besi yang dipatri.
Sayangnya tidak sedikit makmum yang tidak peduli akan hal ini. Alih-alih merapatkan shaf, mereka lebih memilih mengikuti gambar/motif sajadah yang terpisah-pisah itu. Karenanya saat ini banyak masjid yang telah meninggalkan sajadah bermotif dan menggantinya dengan yang polos. Tidak jarang pula, ketika ada makmum sebelahnya yang merapatkan kakinya dengan kaki makmum lain, tidak sedikit makmum yang justru menjauh, entah apa sebabnya. Bahkan, pernah suatu kali murid saya bercerita bahwa niatnya untuk merapatkan shaf dengan kaki makmum lain justru membuat makmum itu marah dan menginjak kaki murid saya. MasyaAllah.
Kedua, lewat di depan orang salat. Mungkin hampir kita semua pernah mengalami hal ini, ketika sedang salat dan di depan kita lewat orang lain begitu saja. Padahal Rasulullah Saw bersabda, “Seandainya orang yang lewat di depan orang yang sedang salat mengetahui dosa yang didapat niscaya ia memiilih berdiri (menunggu) 40 (tahun) daripada lewat di depannya” (HR Bukhari: 540). Bahkan saya pernah membaca dalam riwayat lain, bukan 40 tapi 1000 tahun, naudzubillah.
Melalui hadits ini kita dapat mengetahui betapa besar dosa yang menimpa orang yang lewat di depan orang salat. Maka jika kita sedang salat kemudian ada orang yang hendak lewat di depan kita maka harus kita cegah, karena mungkin saudara kita itu tidak tahu akan bahayanya hal ini. kita bisa mencegahnya dengan membentangkan tangan kita ke depat, maka dengan begitu kita telah menyelamatkan saudara kita dari dosa. Begitu pun kita, harus hati-hati jika hendak melangkah keluar dari barisan, jangan sampai lewat depan orang salat.
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda dengan kalimat yang lebih keras, “apabila kamu salat sedangkan kamu sudah punya pembatas di hadapanmu dari manusia lalu ada orang yang mau lewat maka hendaklah kamu tahan, jika ia enggan (tetap mau lewat) maka perangilah ia, sebab sesungguhnya dia itu adalah setan (HR Bukhari: 509). Saya pernah mengalami hal ini, ketika berusaha menghalangi orang yang ingin lewat di depan saya saat saya salat, ia tetap terus mendorongkan badannya ke depan. Tapi tetap saya tidak mau kalah, tangan saya yang telah terbentang ke depan semakin saya bentangkan dan saya tekan ke arahnya. Alhamdulillah, ia langsung berbelok arah.
Perintah ‘perangilah’, menunjukkan bahwa orang yang sedang salat diperintahkan menggunakan kekerasan, bahwa akibatnya bisa saja terjadi korban, yakni ketika orang yang mau lewat itu tidak mau dicegah. Sedangkan adanya pernyataan bahwa orang yang memaksakan diri untuk lewat itu adalah ‘setan’, menunjukkan betapa berat pelanggaran orang yang melintas di depan orang yang sedang menghadapa Allah Swt, sehingga orang tersebut telah disamakan dengan setan.
Demikian dua hal yang saya tulis ulang dengan beberapa tambahan. Kedua hal tersebut menurut saya penting dan sering dilalaikan oleh imam dan makmum. Adapun hal-hal lain yang dibahas dalam Buletin Da’wah edisi tersebut adalah perihal membawa anak kecil (anak kecil harus diletakkan di shaf anak-anak, kecuali mereka yang salatnya sudah bagus dan tenang), suara imam yang tidak terdengar, tidak paham saat masbuq (menyebabkan seseorang memilih salat sendiri/tidak berjamaah), dan salat menyerong ke kanan (karena beranggapan letak geografis Indonesia yang tidak persis berada di timur Arab Saudi, padahal ketika membangun masjid tentu hal ini sudah diperhitungkan).


Ditulis ulang oleh: Septian Cahyo Putro    

SIMAK UI: Cerita, Tips, dan RidhoNya


Universitas Indonesia adalah salah satu kampus bergengsi di Indonesia, jadi tidak heran jika peserta SIMAK (Seleksi Masuk) UI mencapai ribuan sampai ujiannya harus dibuat menjadi beberapa gelombang. Setiap tahun peserta SIMAK UI terus bertambah, berdatangan dari seantero Indonesia. Ya, memang SIMAK menjadi salah satu jalur untuk masuk UI dan saya pun mengikutinya untuk melanjutkan studi pascasarjana. Mungkin perlu juga diinfokan bahwa untuk memasuki program pascasarjana UI satu-satunya jalur yang bisa ditempuh adalah mengikuti SIMAK UI (tolong koreksi jika salah).

Saya memilih mengikuti UI untuk melanjutkan studi saya bukan karena faktor nama besar UI. Saya sebenarnya lebih tertarik ke UPI, namun rekan saya mendorong saya untuk masuk UI dan ortu pun demikian. Akhirnya saya memutuskan ikut SIMAK UI tahun 2015. Biaya pendaftaran SIMAK UI tahun itu sebesar Rp700.000,00. Lumayan besar juga bukan? Jadi, ya wajar apabila semua peserta ujian mengikuti ujian ini dengan sangat serius (Namanya juga ujian, ya pasti seriuslah! Haha).

Keseriusan ini benar-benar saya rasakan semenjak awal kedatangan di lokasi ujian. Waktu itu saya mendapat tempat ujian di FISIP UI. Mulai gerbang masuk utama UI sampai saya tiba di FISIP cukup banyak pedagang yang menjual pensil 2B, penghapus, papan jalan, jadi tidak perlu khawatir jika Anda lupa membawanya. Tapi sebaiknya Anda siapkan dari rumah sih. Suasana hening mulai terasa ketika saya memasuki kawasan gedung FISIP, semua orang seolah akan menghadapi eksekusi kematiannya (oke ini berlebihan). Ya intinya, meskipun hari itu sangat ramai manusia, tapi saya jarang sekali melihat interaksi terjadi di antara mereka. Saking ramainya manusia, kami perlu mengantri untuk ke toilet. Antrian ini mengular karena pengawas ujian tidak membolehkan peserta keluar ruangan selama ujian, apapun yang terjadi, bahkan jika gempa atau tsunami sekalipun, hahahaha.

Ujian dimulai pukul 08.00 WIB, namun peserta harus berada di ruangan pukul 07.30 WIB untuk memeriksa kelengkapan ujian (terutama kartu ujian). Semua tas dikumpulkan di depan ruangan. HP, jam tangan, dompet, tempat pensil, semua harus disimpan dalam tas. Tepat di belakang saya ketika memulai ujian ada seorang ibu yang protes karena kursinya miring, tapi pengawas hanya menjawab bahwa tidak ada kursi lagi di ruangan ini dan lagi pula kursi itu sudah ditempeli nomor ujian. Untuk menghindari masalah teknis macam ini, saya sarankan Anda banyak berdoa kepada Allah Swt, karena jangankan cuma masalah kursi, masalah lain yang lebih besar pun bisa menimpa kita jika Allah berkehendak, percayalah. Dekati Allah, rayu Dia.

Ujian terbagi atas dua sesi, yaitu sesi TPA (Tes Potensi Akademik) dan bahasa Inggris. Antara kedua sesi di sela waktu istirahat 30 menit. Pada ujian TPA setiap bagian soal dibatasi waktu tertentu oleh pengawas. Misalnya, dalam matdas 30 menit setelah itu baru boleh lanjut ke bagian selanjutnya dan tidak boleh membuka bagian sebelumnya (kalaupun boleh saya pikir tidak akan sempat karena waktu yang diberikan sangat terbatas).

Waktu mengikuti ujian TPA saya benar-benar kewalahan menghadapi soal matematika serta logika. Maklumlah saya orang bahasa. Apalagi saya sama sekali tidak membaca petunjuk mengerjakan, sehingga saya tidak tahu kalau ujian tersebut menggunakan sistem pinalti. Artinya, jawaban yang salah akan bernilai -1. Saya baru mengetahui ini beberapa hari setelah SIMAK dari seorang teman. Wah, langsung setelah itu saya hanya bisa pasrah, karena hampir 80% soal matematika dan logika saya isi dengan “ngasal.”

Ujian TPA selesai, kami semua istirahat. Ada yang makan, mengobrol, salat Dhuha, atau sekadar “bengong” memikirkan betapa sulitnya ujian tersebut. Saya memilih merayu Allah dengan salat Dhuha, supaya ujian bahasa Inggris nanti dimudahkan olehNya. Begitu melihat soal bahasa Inggris, wah, rasanya saya ingin berteriak saja. Soalnya luar biasa. Lebih dari 50% soal berupa pertanyaan mengenai wacana yang diberikan. Wacananya pun kompleks dan topiknya spesifik pada bidang tertentu. Tapi untunglah tidak ada sistem pinalti dalam ujian ini. Jadi, ya Anda bisa tebak, saya yang hanya lulusan bahasa Indonesia dengan nilai TOEFL Preparation test 477 tentu lebih banyak menghitamkan jawaban dengan merdeka. Hehehe.

Alhamdulillah SIMAK berhasil saya lalui dan hasilnya saya pasrahkan kepadaNya. Kalau diterima berarti Allah kasih saya kesempatan untuk belajar di UI, kalau tidak diterima ya berarti UI memang bukan jalan saya. Itu saja yang ada dipikiran saya. Dan beberapa minggu kemudian datanglah pengumuman mengejutkan itu, Selamat Anda Lulus! Wah, saya benar-benar tidak percaya akan hal ini. Entahlah, bahkan sampai tulisan ini saya tulis, saya masih tidak percaya kalau saya lulus tes SIMAK UI. Karena saking sulitnya soal waktu itu, sampai dosen saya yang S2 dan S3 di UI berkata, “Itu yang bikin soal orang gila kayaknya!” Hahaha.

Ada satu hal yang ingin saya bagi kepada Anda. Saya waktu itu memilih jurusan Linguistik dan seorang teman saya memilih jurusan Fisika. Teman saya mengakui kalau ia kepayahan dalam menjawab soal-soal TPA kebahasaan, sementara saya kepayahan dalam soal TPA Matematika. Namun, kami berdua lulus tes tersebut, jadi saya menduga bahwa jika ingin mengambil satu jurusan tertentu maka fokuslah pada soal-soal TPA yang sesuai dengan jurusan tersebut. Banyaklah latihan variasi soal-soal TPA secara rutin dan belajarlah dari kesalahan. Kemudian perbanyak juga membaca wacana-wacana bahasa Inggris agar kemampuan kita memahami wacana kian baik. Dan terakhir, ingatlah pada Allah Swt.

Dia Yang Maha Berkendak, Dia tahu yang terbaik untuk kita. Perbaiki doa kita, “Ya Allah jika memang kampus ini adalah jalan terbaik bagi kemajuan hamba maka mudahkanlah hamba untuk memasukinya, namun jika bukan lapangkan hati hamba berikan hamba jalan yang lebih baik. Sungguh hamba yakin, Engkau selalu menghendaki yang terbaik bagi hambaNya.” Aamiin.


Sekian tulisan kali ini, semoga menjadi inspirasi. J

Kelahiran Nabi Muhammad Saw dan Perisitiwa di Sekitarnya


Nabi Muhammad Saw lahir di kota Mekkah, kampung Bani Hasyim pada 12 Rabiul Awal atau bertepatan dengan 20 April 571 Masehi, tahun Gajah. Ketika kelahiran beliau, seperti diungkapkan oleh bidan yang membantu persalinannya, Syifa binti Amr, Aminah sama sekali tidak mengeluarkan darah. Syifa binti Amr berujar, “dari sekian banyak ibu yang aku bantu persalinannya, hanya Aminah yang melahirkan tanpa mengeluarkan darah, dari sekian banyak bayi yang aku bantu melahirkannya, hanya bayi Muhammad yang lahir dalam kondisi tali pusarnya telah terpotong dan telah dikhitan.
Diungkapkan pula oleh ibunda Nabi Muhammad Saw, Aminah, bahwa ketika mengandung Nabi Muhammad Saw ia tidak merasakan mual, pusing, “ngidam”, atau keluhan-keluhan lain yang dirasakan ibu hamil lainnya. Ketika mengandung Nabi Muhammad Saw, Aminah mengatakan bahwa perutnya bercahaya di malam hari juga sering kali seperti ada orang yang membisikinya, “Aminah bayi yang engkau kandung bukanlah orang biasa, berilah ia nama Muhammad ketika lahir nanti.” Saat kelahiran Nabi Muhammad Saw, Aminah mengatakan, “aku melihat cahaya yang terang sekali bersamaan dengan keluarnya bayiku, bahkan saking terangnya aku bisa melihat singgasana kerajaan Romawi.”
Kelahiran Nabi Muhammad Saw, adalah rahmat bagi seluruh alam. Ketika kelahirannya, Abu Lahab sebagai saudara seayah dari Abdullah bin Abdul Muthalib—ayah Nabi Muhammad Saw, mengirimkan seorang budak bernama Tsuwaibah Al Islamiyah untuk menyusui bayi Muhammad. Setelah disusui beberapa pekan bersama Tsuwaibah, Muhammad kecil diberikan kepada pengasuh baru bernama Halimah dari Tha’if.
Ada cerita menarik terkait dengan Halimah ini. Ia adalah seorang yang usianya tidak muda lagi, pekerjaannya memang menyusui bayi orang-orang. Namun, air susu Halimah yang sebelah tidak lagi keluar, sedangkan yang sebelah lagi hanya keluar sedikit-sedikit. Setiap kali ada bayi yang disusuinya, bayi itu menangis. Setiap kali pintu rumah diketuk dan Halimah bertanya, “apakah ada bayi yang bisa aku susui?” Maka melihat kondisi Halimah, tuan rumah akan langsung menolaknya. Meski begitu, Halimah tidak menyerah, ia berjalan jauh dari Tha’if ke Mekkah untuk mencari bayi yang mau disusuinya. Jarak Tha’if ke Mekkah kurang lebih 150 km, lama perjalanan yang ditempuh kurang lebih seminggu dengan unta.
Di Mekkah juga hampir-hampir Halimah putus asa karena tidak juga mendapat bayi yang dapat disusuinya. Sampai ia akhirnya mengetuk pintu sebuah rumah, yaitu Aminah. Oleh Aminah ia dipersilakan masuk dan mereka pun berbincang. Kata Aminah, “aku hanyalah janda, yang warisannya tidak banyak, jadi aku tidak bisa menjanjikan bisa membayarmu secara rutin.” Dalam hati Halimah agak ragu menerima bayi ini, karena ia dan bayi ini tentu butuh makan. Akhirnya Halimah kembali ke kemahnya untuk bertanya pada suaminya. Saran dari suaminya, “kau ambil saja bayi itu, mungkin bisa menjadi berkah bagi kita.” Halimah pun mengambil bayi itu untuk dibawa tinggal bersamanya di Tha’if.
Selama merawat Muhammad kecil, banyak sekali keberkahan yang diperoleh Halimah dan keluarganya. Muhammadlah, bayi yang tidak menangis saat disusui oleh Halimah, bahkan ia tertidur ketika disusui. Air susu Halimah yang tadinya macet, keluar dengan lancar. Kebun-kebun Halimah dan suaminya menjadi subur. Ternak-ternaknya juga beranak pinak dan gemuk-gemuk. Keberkahan Muhammad kecil benar-benar dirasakan oleh Halimah dan keluarganya. Akhirnya setelah dua tahun bersama Halimah, Muhammad kecil harus dikembalikan kepada Aminah. Namun, Halimah meminta kepada Aminah agar bisa merawatnya beberapa tahun lagi. Akhirnya Aminah menyetujuinya dan Muhammad kecil berada dalam pengasuhan Halimah sampai usia lima tahun.
Banyak keajaiban di seputar kelahiran Nabi Muhammad Saw. Ketika itu alam pun seolah turut merasakan kebahagiaan atas kelahiran beliau. Kebun-kebun kurma menghasilkan buah lebih banyak dari biasanya dan binatang ternak menjadi lebih banyak susu dan anaknya. Terlebih lagi, pelajaran penting yang bisa kita ambil dari Halimah. Sikapnya yang tak kenal menyerah, menempuh jarak ratusan kilometer untuk mencari bayi yang mau disusuinya. Padahal Allah menguji Halimah dengan keterbatasan, namun itu tidak lantas membuatnya menyerah. Sudah sepatutnya kita malu pada Halimah.

Demikian tulisan ini saya tulis sebagai catatan atas kajian Sirah Nabawiyah, yang dibawakan oleh Ustaz Salman pada Minggu, 7 Februari, 2015 di Masjid Al-Istiqamah, Pondok Labu, Jakarta Selatan. 

- Copyright © Halaman Tian - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -